Kamis, 30 Januari 2014

Let's Start Talking About LIFE! : All About High School!

I'm currently a student in SMA Negeri 1 Tangerang, Jalan Daan Mogot No. 52, Tangerang.

Well, I'm a senior now, having about 5 months left in my High School period.

This is sad. I'm about lo leave the what-so-called 'Masa terindah ya masa-masa SMA'. What people call as the best time of your life, High School period.

Where friendship, love, togetherness, struggle, fights, and everything are emphasized beautifully.
So rare, bitter-sweet, memorable, but can't be repeated.

I used to like this quote I made on my own : "Banyak cara orang memperlakukan kenangan. Tapi yang paling mulia adalah, mencoba mengulangnya lagi, supaya ia baharu dan tidak hilang."

In English : "There are many ways of people treating memories. But the most glorious way is, trying to repeat it again, so it becomes new and doesn't disappear."

How? How to repeat it?

I'm regretting every nice memory that should have been recorded.
Oh, how I'm afraid of losing laughters and forgetting hilarious moments in senior high school.
I'm afraid of losing and forgetting every habit I did with my friends in senior high school.
I'm afraid of losing and forgetting every incredible moment that I never want to ever forget.

Even the simplest thing like holding hands with friends to toilet. Or laughing out loud no matter where we are.
Or being awkward at the first time, then doing some ice-breaking, and everything suddenly starts to match yourself.

I never want to forget.

How if I wanna experience all those things again? But then I'm gonna be desperate because I can't?
How if I wanna rush in to school corridor with my cute uniform, knocking the class door with everyone already in, and I become totally embarrassed because I'm late so my friends tease me "Dasar yang punya sekolah! School owner yaa?" but I gotta keep walking and greet my teacher, then look for a place to sit... But I can't do it all ever again?

I am someone who really hates farewell. Really hate to face everything after the farewell. Hate to see if everything is not in the way they usually be. Hate to feel sad because I can't repeat everything I've said my goodbye to.

But I'm also the one that may forget so easily.

That's why... I'm afraid I can't remember it when I want to.

So, from this time on, I'm gonna re-arrange all the memories I haven't forgotten about High School.
I'm gonna write them here. Everything I could remember, about High School.
I'm not gonna let go of everything. At least I want to REPEAT everything by later reading the posts I've made here.

This is maybe the most glorious way to treat my memories.
About me and you in SMANITRA 54 :)

Minggu, 19 Januari 2014

Let's Start Talking About LIFE! : Buku Tahunan Sekolah!

Buku Tahunan Sekolah (BTS) adalah sebuah buku penuh kenangan yang akan kita dapatkan ketika kita beranjak meninggalkan bangku SMA.

Dan ini adalah cerita saya, mengenainya :)

[mungkin ini ga layak baca karena membingungkan, tapi saya nulis sebenernya bukan buat dibaca, cuma buat pengingat apa yang saya alami aja. kalo mau dibaca, monggo silaaaakaaaaaan :D]
________________________________________________________________________________________

SCANDINAVIA. Demikian kelas saya disebut. 12 ipa 5.
Kami merundingkan konsep apa yang akan kami pakai untuk BTS kelas kami.
Mulai dari summer, taman, apa segala macem...
Sampai akhirnya kami memutuskan untuk memakai konsep putih-jeans untuk yang rame-rame (1 frame berisi 6 orang) dan konsep concert stage untuk yang individual.

Here the problem starts.
Ternyata, 12 ips 2 foto bersama-sama sekelasnya pakai konsep putih-jeans.
Konsep sampingan mereka jadi konsep utama kami. Atau sebaliknya.
Konsep utama kami jadi konsep sampingan mereka.
Setelah bernegosiasi alot, akhirnya mereka mau juga mengubah foto bersama mereka, mengulang foto bersama mereka sehingga konsep kami gak disamain.

Hari Selasa, saatnya kami mendekorasi background dan segala macem di rumah teman kami, Im, untuk dijadikan studio foto kami. FYI, kami akan foto hari Rabu, 15 Januari 2014, dan besoknya itu hari sekolah.
Saya datang dari pagi pada hari Selasa, lalu bantu ini itu, ngaso bentar, dan ternyata udah mulai ramai anak-anak scandinavia dateng.

Seiring dengan banyaknya orang, mereka punya kerjaan masing-masing dan saya ngerasa saya gatau apa yang mau dikerjain.
Bosan, saya ingin mencari kegiatan. Lalu ada seseorang mencetuskan ide, "Eh kasih tirai blink-blink yuk buat foto stage nya!"
Lalu terbersit ide. Ayo, kita pergi cari itu tirai!
Saya ajak temen saya, sebut saja Ja, untuk bonceng saya naik motor. Berhubung dia ga bawa motor, saya pinjem motor temen saya yang lain, Va.
Tapi, Va yang bosen malah pengen ikut juga. Yaudah, biar kami bertiga bisa berangkat, kami harus cari pinjeman satu motor lagi. Jadilah kami meminjam satu motor lagi. Korban kami adalah si Ki.
Saya akan dibonceng oleh Va, dan Ja sendiri.

Oleh karena mall yang kami tuju lumayan jauh, karena tirai yang kami cari memang adanya di situ, jadi kami harus pakai helm, persiapkan STNK, dan lain-lain. Celakanya, saya dan kawan saya si Va tidak menyadari, kalau Ja tidak bawa SIM. Nah, sudah kebayang kan, masalahnya apa?
Belum pergi, saya sama Ja ribut masalah helm. Ceritanya ada 3 helm. 1 helm si Va, 1 helm si Ki, dan 1 helm si Di. Si Va make helmnya sendiri, si Ja ngambil helm Ki. Saya terpaksa pakai helm Di, tapi saya gamau dengan alasan tertentu. Saya maksa Ja untuk ngasih helm Ki ke saya dan dia pakai helm Di, tapi dia gamau, karena suatu alasan tertentu yang tidak etis untuk disebut di sini. Tapi saya paksa dia, sampai akhirnya dia mau.

Saat Ja mencoba memakai itu helm, ternyata helmnya sulit dipakai karena kesempitan. Karena udah males, akhirnya dia lepas tuh helm dan dia bilang, "Udahlah gue gausah ikut aja."
Tapi saya maksa dia buat ikut, karena kurang seru kalo si Ja ini ga ikut. Akhirnya saya paksa lagi.
Sampe saya bilang, "Yaudah nih gue ngalah, lu pake helm si Ki aja."
Tapi Ja menolak, "Enggalah, cowok apaan gue. Yaudah gue pake ini aja."

Lalu kami bersama Va jalan ke luar. Dan tadaa! ternyata ada helm, entah helm siapa, yang nangkring di atas motor salah satu teman kami. Akhirnya si Ja pake helm itu. (Kami pikir) Masalah selesai, case solved.

Singkat cerita, kami sampai di Tangcity, beli tirai itu, liat-liat kacamata dan saya beli satu seharga 20ribu (bagus deh, frame nya kayak coklat kayu gituuu) lalu pulang.
Nah, di sini masalah dimulai.
Lagi enak-enak naik motor, tiba-tiba si Va bilang, "Gres, Ja ditilang!"
"Ah, masaa???"
"Iya, tadi gue liat lewat spion!"
"Beneran Va?"
Saya paniiiik dan buru-buru lari dari tempat motor kami berhenti ke tempat Ja ditilang.
Sampai di sana, ternyata dia lagi telpon-telpon sama semua orang yang mungkin bisa membantunya nge-solve masalah itu.
Saya bilang, "Udah Ja, tawarin damai ajaa..."
"Gak bisa, polisinya beramean, takut."

Memang, teman saya ini sangat polos dan murni hatinya. Ada polisi yang nyuruh dia minggir, dia nurut aja minggir, bukannya kabur. Yah... apesnya, dia memang tidak bawa SIM.
Dan para kampret berseragam itu minta 350ribu.
Ja buka dompetnya, dan dengan nelangsa hanya mendapat 50ribu di sana.
Okeh.
"Yaudah Ja, gue sama Va balik dulu aja ya, ngambil 300ribu, nanti kita balik ke sini, abis itu ngambil STNK nya Ki. Lu tunggu di sini aja."

Saya pun buru-buru lagi ke motor. Lari, males naik angkot.
Tapi sesampainya di sana, anak-anak bilang, saya gausah bayar lagi. Nanti bisa diurusin sama saudaranya Ar. Saya langsung ngomong sama Ki, "Jadi gimana?"
"Yaudah yang penting tuh motornya. Si Ja ke sini, nanti soal STNK nya bisa diurus sama saudaranya Ar. Jadi ga perlu bayar."
"Tapi kalo mau bayar gue mau ganti kok. Kan salah gue juga, masalahnya tadi gue maksa Ja buat ikut."
"Udah gausah, yang penting motornya."
"Tapi STNK lu ditahan gapapa?"
"Gapapa."

Sebenernya, saya adalah orang yang bener-bener ga terima sama kampret jalanan berseragam yang suka nilang sembarangan. Ga jelas. Kebetulan temen saya emang ga bawa SIM, jadi kena. Padahal itu 350ribu pasti mau buat dibagi-bagi tuh!
Kalaupun saya mau argue, saya juga berani. Pasti berani. Masalahnya, saya mikirin motor dan STNK temen saya si Ki. Kalo motor saya sendiri sih, saya panjangin debatnya ampe berapa round juga ga masalah. Tapi ini... punya temen.
Tapi, semenjak si Ki udah bilang sendiri 'gapapa' STNK nya ditahan, oke deh.
Saya sangat realistis. Kalau 'gapapa' ya saya anggap gapapa.
Saya bukan tipe orang yang senang menyembunyikan perasaan, atau senang mencoba menemukan perasaan asli seseorang yang sedang menyembunyikan perasaan.
Jadi 'gapapa' akan saya anggap gapapa.

Akhirnya, supaya Ja bisa pulang, saya menelpon dia dengan meminjam hape seorang teman yang baik, Iv, yang rela pulsanya diembat buat nelpon.
"Ja, gimana?"
"Gue udah ga di tempat tadi, gue udah di pos di Sari Asih."
"Yaudah, kata anak-anak, gausa bayar, besok STNK bisa diurus sama Bapaknya Ar."
Padahal... Bapaknya Ar sudah tiada. Dan Ar ada di sana. Dan saya ngomongnya kenceng pula waktu itu.
Another stupid mistake, Gres. You're panicking. Too much panicking.
"Sekarang lu pulang aja."
"Tapi gue gatau jalan ke situ."
"Yaudah Ja jangan panik deh. Lu panik ga?"
"Engga laaah"
"Coba ketawa dulu coba, biar ga panik"
"Hahahaha"
"Nah yaa bagus begitu, biar ga panik."
You don't know that you foolish girl is the one panicking, Gres. Too much panicking.
"Jadi gini... jalannya tuh lu ikutin 02 sampe perempatan kantor... Abis itu ikutin R11 sampe sini. Jalan perumahan sini udah tau kan?"
"Iya tau."
"Oke, hati-hati ya, God bless."

Okeh. Tinggal nunggu Ja pulang. Dan semuanya (saya kira) beres.
Tapi, ups, Ar disappears. Maybe after hearing me saying those cursed words out loud.

Saya ke atas, ke kamar, mencoba menenangkan diri. Dan alih-alih dapat ketenangan, saya malah denger anak-anak ngomong gini, "Si Ki gimana tuh ya. Pasti kesellah. Tapi untung aja dia tetep selaw-selaw gitu, padahal pasti marah."
traktak dung cesssss......
Mampus lu Gres.

Saya ke bawah dengan perasaan lemasssss. Saya liat Ar, kok gada yaaa. Padahal saya mau minta maaf.
Nah, itu dia, muncul. Saya langsung ngomong, "Ar maap yaa..."
Ar hanya menatap lalu langsung menjawab, "Mana surat tilangnya?"

Saya hanya bisa galau, bengong ga jelas, melamun, dan sampai-sampai berkeinginan besar untuk membuang diri. Bersama onggokan sampah di dapur yang tidak jelas nasibnya. Pokoknya buang diri.

Daripada sedih, akhirnya saya memutuskan untuk nebeng pulang sama Ar, Iv, dan Ap. Sebelum pulang, kami pamit sama semua anak ILI (Ipa Lima) di situ. Saya salim sama satu persatu scandinavians. Terakhir, waktu nyalim si Ki, saya ga lupa bilang, "Maaf ya Ki."
Tapi no word comes out from his mouth, implicitly explaining to me that I'm still not forgiven.
Rasanya ga dimaapin saya orang yang udah nolong kita tuh begini ya, sedihhhh pisan euy.
Ar bahkan ngedrop saya sampe Tangcity, padahal I did a very foolish mistake toward him.
And I'm not officially forgiven.
Sediiiiih pisan euy.
________________________________________________________________________________________________

Keesokan harinya, saya ke sekolah. Dan sampai di sana, ternyata belum dikasih ijin dispen buat jam 12 keluar sekolah untuk foto BTS.
Akhirnya kami anak-anak yang tertinggal di kelas (kami masuk sekolah sedangkan yang lain langsung ke rumah Im atau ada yang ngurusin perlengkapan BTS lainnya), puter otak, gimana caranya kabur yang aman.
Sejujurnya kami bisa aja keluar diem-diem, tapi kalau ada guru yang masuk dan gada orang di kelas, lalu dia lapor ke Pak Pras kepsek atau Pak Dorlan wakepsek, matilah kami.
Dan guru yang kemungkinan masuk buat ngajar itu adalah Bu Sumi, Pak Jems, dan Bu Okto.

Pak Jems, urusan gampanglah. Dia wali kelas kami. Orangnya baik.
Bu Okto, juga lumayan. Kami langsung mendapat kepastian bahwa beliau memperbolehkan pelajaran biologi ditiadakan sebagai respon atas negosiasi yang coba kami lakukan.
Nah, tinggal satu ini, Bu Sumi.
Kami berebutan, siapa yang mau mengetuk pintu 12 ipa 4 tempat dia mengajar saat itu.
Akhirnya si Iv yang mengetuk, lalu saya, Ap, dan Feb, masuk.
"Mohon maaf sebelumnya Bu. Kelas kami nanti mau foto BTS. Nah, melihat dari pengalaman kelas lain, kalau baru mulai pulang sekolah, nanti selesainya subuh Bu. Jadi harus pergi dari jam sepuluhan gitu.
Nanti jam pelajaran Ibu, 12 ipa 5 boleh ijin Bu?"
"Yaaa kalau sudah dapat ijin dari sekolah sih Ibu boleh. Sudah ada ijin belum?"
"Iya Bu, kita mau ngumpulin ijin dari guru yang bersangkutan dulu Bu."
"Yasudah deh. Tapi tugasnya jangan lupa ya dikerjakan."
Singkat cerita, beliau menandatangani agenda kelas, dan yap, we're free!

Teringat pelajaran Bu Suarni sebelum istirahat pertama. Mengajar Agama Islam, tapi karena hanya 13 orang yang masuk kelas pagi ini, jadi beliau hanya memberi nasehat dan petuah saja.
Nahhhh, kebetulan beliau lagi bahas perjuangan hidupnya.
"Kita harus nekat! Kalau mau nekat, pasti maju. Pasti bisa. Ibu nih, dulu bawa-bawa dagangan ke mana-mana. Ibu ga malu. Ibu nekat. Dan akhirnya bisa nabung-nabung buat anak-anak Ibu. Jadi, kalian memang harus nekat."

Kami dari awal memang berniat tidak minta official dispensation dari sekolah, karena toh tanpa ijin sekolah, asal kami pinter-pinter keluar secara sembunyi-sembunyi, pasti ga akan ada masalah.

Dan kalaupun kena masalah misalnya, sama guru apa kek gitu, kami akan jawab begini :
"Kata guru agama kami barusan, Ibu Suarni Muchtar, kita harus nekat! Kalau mau maju, ya memang harus nekat!"
Wah, kami bener-bener murid pintar dan aktif yang langsung bisa mempraktekkan apa yang diajarkan gurunya! Cerdas sekali :D

Tadinya, kami udah muter otak tuh, gimana caranya keluar tapi ga ketahuan, karena kami kira, pintu belakang ga dibuka. Ga mungkin pintu belakang dibuka. Nanti banyak yang bisa kabur.
Kami udah mikirin kira-kira begini : Kami keluar tanpa tas, satu per satu, dan sisanya yang masih di sekolah bertugas melempar tas kami ke pemda, lewat jendela X 6.
Eh, ternyata, setelah ada yang ke toilet, pintu belakang terbuka! What a miracle!
Segera Iv dan Ja keluar lewat belakang, nyetop angkot untuk kami naiki, tawar menawar, lalu kembali ke kelas untuk memanggil kami semua.
Kami pun dengan hati-hati, membawa tas, bat baseball (untuk properti foto), dan lain-lain, keluar lewat pintu belakang.
Bener-bener kayak buronan kabur dari singapur, atau napi kabur dari penjara! (btw, emang pernah ngerasain, Gres?)
Kenapa setegang itu? Pertama, karena kita anak yang masuk sekolah hari ini yang aturannya foto BTS itu yang pada rajin-rajin semua, ga pernah nih beginian kabur-kaburan -_-
Kedua, karena ada guru namanya Pak PH, yang bener-bener bahaya abis. Kami takut beliau nongol tiba-tiba sambil ngomong, "Mau kemana kalian, De?"
Mamfus kalau sudah begitu. Untungnya tidak.
Kami segera masuk ke angkot, cepaaaat sekali. Gerak cepat. Gece.
Trus, terakhir yang naik ke angkot itu Iv sama Ja. Dan mereka gatau udah nutup pintu kelas apa belum.
Bener-bener panik, mereka hampir turun lagi mau nutup pintu kelas. Tapi untung ada seorang temen yang inget, "Yaudah suruh anak kelas lain tutupin pintu aja!" Oiya ya bener, wkwkwk.
Akhirnya Iv dan Ja masuk.

Belom kelar masalah. Res, temen cewe kami yang cantik dan lucu dan imut-imut yang aku sayang banget, ternyata dijemput pacarnya dan gak naik angkot ini. Dan pacarnya itu belum dateng, jadi dia harus nunggu pacarnya dulu. Masalahnyaa, nunggu di sekitar sekolah kan minta ditangkep banget. Dan kalo dia ketahuan, kami-kami ini juga bakal ikut ditanyaiiiin -___-
Jadi dia naro tasnya di kami biar ga disangka anak sekolahan. Dia pakai jaket hitam, jadi badge smanitra tertutupi, hehe.
Nah, baru angkot kami jalan beberapa meter, dia lari-lari nyetopin angkot kami.
"Ehhhhh tunggu! Itu ada Pak Eko di depaaaan."
Dan dia dengan sangat imutnya, udah tau ada Pak Eko di depan, malah nyetopin angkot kami.
Ya atuh lebih gampang keliatan doooong sama Pak Ekonyaaa =)))
Kami jadi ikut-ikutan panik. "Yaudah Res ngumpet aja sana buruan. Kan Res pake jaket, jadi dia juga ga bakal tau kalo Res anak nitra, Res berdiri situ ajaa."
Akhirnya dengan panik, kami suruh abang angkotnya jalan, meninggalkan Res menunggu kekasihnya.
"Bang kita ini bukan anak-anak bolos yaaa, kita cuma ada sesuatu yang darurat!"
"Iya bang... Nanti jalannya lewat kanan yaa!"
Kami harus lewat kanan, karena dengan jalan ini, kami pasti akan lewat bagian depan sekolah kami, dan supaya ga terlalu dekat dengan sekolah sehingga tidak keliatan kalo kami ini para siswa-siswi smanitra, kami harus ambil jalur kanan yang agak jauh di seberang sekolah.
"Iv... badge nya ditutup! Nih pake jaket ditutup! Ja, kacamatanya bukaa, mukanya sama badge nya ditutup!"
Yak, Iv duduk di paling luar angkot itu loh, tempat kenek, jadi kalau badgenya terlihat, habislah -_-
Dan Ja duduk di depan samping supir, dia China, pakai kacamata, kalau keliatan mah udah familiar banget itu dia, jadi dia harus tampak beda gitu biar ga ketahuan.

Dan kami berhasil melalui depan sekolaaaaah. Dengan selamaaaat. Fiuuuhhh.....
Great Job : Ja, Iv, Ap, Feb, Res, Sr, Fa, Peh, Tau, Nin, Al, dan saya sendiriii!

______________________________________________________________________________________________

Sampailah kami di rumah Im. Rumah Studio BTS kami.
Para ciwi-ciwi dandan dan demikian juga para cowo-cowo.
Jeprat jepret. Wow, keren sekaliii.
Dan saya seneng sekali karena dibilang mirip Milli di film Milli & Nathan, itu loh yang diperanin sama Olivia Jansen >.<
Tapi sayang, yang bilang itu temen saya si Rik yang suka nyeleneh, geradakan sendiri, becanda dan maen mulu, jadi omongannya sulit saya percayai -____-"
Tapi bersyukur aja deh :3

Ternyataaaa....foto BTS kelas itu lewat juga jam 12 malem!
Lewat juga jam 1!
Lewat juga jam 2!
Dan akhirnya selesai kelar semua jam setengah 5 -___-

Ohiya, saya mau cerita juga, jadi pas nungguin giliran temen-temen saya foto, saya kan main gitar sambil nyanyi-nyanyi gitu ya. Kebetulan, konsep foto individual kita itu kan Concert Stage seperti yang saya bilang di awal, jadi ya banyak alat musik bertebaran gitu. Ada gitar, keyboard, drum, bass, sampe biola juga ada...
Nah, pas saya nyanyi-nyanyi, udah malem tuh sekitar jam 11 atau 12, om om yang punya Lighting nyamperin saya lalu nyuruh saya nyanyi lagi.
Katanya suara saya bagus dan dia mau ngajak saya jadi talent dia di DSE. Jadi, katanya saya bakal nyanyi di mall-mall yang dinaungi oleh DSE (Lippo Karawaci, Metropolis, adalah di antaranya) dan saya bakal diasuh lah gitu oleh DSE. Tapi ya bener-bener dari awal banget, dari cuma dapet duit transport yang gak seberapa.
Gitudeh.
Tadinya saya interested banget, tapi setelah saya denger lebih lanjut ceritanya, kok saya jadi males ya -__-
Karena kayaknya DSE ini ga bakal menelurkan album atau orbitin atau debutin gitu. Ya cuma nyanyi di mall doang ujungnya. Dan kalo mau lebih naik lagi, harus ke produser yang benerannya yang lain, dan itu kalo produser tersebut tertarik. Ya kan?

Nah, makin malesnya lagi, ni om-om mulai SKSD. Ya dasarnya saya emang lagi bosen aja jadi saya tanggepin tuh. Jadi gini, dia kan lagi cerita soal jadwal latihan dan manggung gitu. Dia nanya, saya kalo hari Minggu ada kesibukan apa. Saya bilang saya gereja kalo pagi.
Sejak dia tau saya Kristen, mulai deh dia curcol. Soal dia gak menikmati masa SMA nya karena dari SMP sampe SMA dia dipaksa secara ga langsung ke pesantren, padahal tadinya dia kira ortunya setuju dia masuk beasiswa Djarum. Abis itu dia keluar pesantren, dan dia dikenalin sama seorang cewe. Cewe ini Kristen. Dan cewe ini ngejer-ngejer dia banget, sampe-sampe kalo si om ini ngeputusin kontak sama si cewe, si cewe  bakal nyamperin dia ke rumahnya. Bahkan si cewe ini sampe tahu di mana om ini bahkan setelah om ini mencoba lost contact. Katanya sih, si cewe nyari tahu lewat Gereja Pentakosta, di gereja itu ada temennya si cewe. Temennya si cewe ini kenal sama tukang parkir gereja. Waktu itu, si om tuh kerjanya di restauran depan gereja. Jadilah tukang parkir ini familiar sama wajah si om dan akhirnya tuh cewe nemuin si om ini lagi.

Anehnya ya. Si om ini nanya pendapat tapi arahnya kayak ngejudge. Padahal saya jelas-jelas bilang kalo itumah emang cewenya aja yang rada gila, bukan Kristennya. Dan saya juga udah bilang kalo itu bukan usaha Kristenisasi, bisa aja tuh cewe emang suka beneran, meskipun pada dasarnya, di kedua agama yang mereka jalani, keduanya sama-sama ga ngebolehin beda agama pacaran.
Udah gitu, dia malah nanya, bener apa engga sih, di Kristen itu ada pembeda-bedaan aliran berdasarkan masih perawan atau enggakah seorang cewe. Dan katanya (secara ga langsung, dan saya nangkep maksud implisit ini sendiri) cewe itu udah ga perawan lagi, jadi alirannya ya aliran cewe itu sekarang.
Loh, saya sih yakin di agama saya yang murni, ga ada tuh pembedaan berdasarkan itu.
Tapi ya sudahlah, gapapa, mungkin om ini emang penasaran. Ga salah juga kalo dia cari informasi yang benar dan lengkap, justru biar dia ga ketipu sama omongan si cewe ini yang gue yakin, nih cewe emang aliran sesat! -_-"
Udah ah, kok malah jadi cerita om om lighting! =)))

Ah ya, ngomong-ngomong soal foto individual ini, temen saya si Rik emang kelewat kreatif!
Dia beneran foto kayak artis lagi konser. Gimana caranya? Dengan menyuruh tangan teman-teman supaya terjulur ke atas menggapai-gapai dia, jadi kayak beneran konser artis gitu banyak fansnya!
Kreatif kaaan? Kesel yah sama orang kreatif -_-
Dan jadinya dialah satu-satunya foto yang ada tangan-tangan fansnya. Much Respect, Sir! :))

_______________________________________________________________________________________________

Lanjut yah, jadi saya tuh akhirnya nginep. Saya baru tidur ayam 15 menit, lalu seorang teman, si Di, masuk. Yaudah kebangun, dan mencoba tidur lagi tapi tidak bisa, jadi saya memutuskan menghapus riasan di wajah saya dulu.
Udah keapus tuh riasan, saya mencoba tidur lagi. 15 menit, alarm saya nyala, menyadarkan Pu (temen saya yang lain yang juga nginep) untuk segera mandi. Lalu saya mandi setelah Pu.

Liat jam.... Tadaaa! Jam enam lewat 18.
FYI, kami masuk sekolah jam setengah 7 alias jam enam lewat 30.
Sambil nungguin Fit ganti baju, saya dan Pu bersiap-siap, dan kami segera berangkat.

Perjalanan sekolah ini adalah yang terngantuk dan yang terpanjang mungkin, selama saya SMA.

Kami sampai jam 7.30. Tadinya kami bisa langsung lewat begitu saja, karena Bapak yang di meja piket sedang posisi duduk jadi gabisa melihat kami masuk. Tapi dasar teman saya Pu ini anak baik-baik, dia malah salim sama Bapaknya dan kami jadi gaboleh masuk sampai jam 8. Kami duduk sebentar.
Kami duduk menikmati hembusan angin...Gemericik air...Deru motor....
Ah. Hampir tertidur. Ya tentu, semalaman saya tidak tidur loh. Cuma tidur ayam yang kalo ditotal ga nyampe 1 jam.
Hembusan angin...Gemericik air...Deru motor...
"Nih, daripada les di luar, mending belajar nih, bersihin debu, nyapu parkiran, sama nyapu halaman!"
Ujar si Bapak sambil menyodorkan sapu ijuk, kemoceng, dan sapu biasa ke kami.
Aduhhhh , malaaaas.
Tapi kami kerjakan juga walaupun sebentar.
Pu tadi sempat ke Indomare*t membeli makanan dan minuman, jadi saya sarapan dengan sesobek roti sobek (??)

Kring!!! Akhirnyaaaa.... jam 8. Kami bisa tidur di kelas, Hooray.

Di kelas ternyata kami belum selamat. Sensei Asri masuk dan tertegun melihat belasan orang saja yang hadir di kelas. Itu pun dengan wajah suram, lemah, letih, lesu, lunglai, berbeban berat.

"Kenapa ini?"
"Abis foto BTS sensei... selesai jam setengah lima..."
"Trus kalian mau ngapain di sini?".... "Hh. Lucu kalian."
Kami tertegun, takut. Sensei yang selalu lemah lembut kini marah.
"Panitianya sensei...."

Setelah kami memberi penjelasan berburai-burai, dan sensei tampak kasihan pada kami, akhirnya dia melunak. Apalagi sesaat setelah itu, ketua panitia BTS masuk. Langsunglah dia yang diserbu kelas kami dan dimarahi juga oleh sensei..
"Kenapa sampai begini? Perasaan tahun lalu ga begini-begini amat. Kasihan lah, mereka udah kelas 3. Kenapa ga hari sabtu minggu aja? Kenapa harus hari biasa?"

Singkat kata singkat cerita, sensei keluar setelah menandatangani agenda kelas, menyisakan tugas presentasi bagi 2 kelompok yang akan maju minggu depan. Fiuh.... Gomenasai, sensei! Totemo arigatou....

Bu Fera mampu kami lampaui dengan baik. Beliau melihat kami terkapar di atas meja dan langsung memaklumi kecapaian kami. Ia hanya berbincang sebentar lalu keluar.

Pak Moel juga tak masalah. Saya sudah tidur setengah jam sebelum Pak Moel masuk, jadi sudah agak kuat ini mata. Dan saya ternyata mampu mencatat dengan baik apa yang beliau ajarkan, meskipun dengan usaha yang Oh Gustiiiii sungguh berat untuk menahan kelopak mata ini agar tidak menyatu.

Pelajaran MTK pun baik baik saja. Terima kasih Bu Farah...

Usai istirahat kedua, seluruh anak angkatan saya, SMANITRA 54, Berkumpul di lapangan, berbaris membentuk angka 1, dan difoto. Kami juga membuat video yang unik. Hahaha.
Sayang, Sr dan Peh, dua teman dekat saya, tidak ikut foto karena tidak masuk hari itu... Masih terkapar usai foto BTS kemarin.

Pulang sekolah, kami anak-anak yang masih sanggup, berjanji akan ke rumah Im lagi untuk bantu beres-beres. Jadi saya ke sana dibonceng Va.
Va ini, kalo bawa motor udah kayak balap. Mesti banget ngelewatin semua yang ada di depannya!
Saya langsung ngerjain apa yang saya bisa kerjain. Pas lagi di dapur, tiba-tiba Res teriak-teriak,
"AAAAA Cicaaak, takut! Gres tolong, cicaknya masih ada gaaa? AAA!!"
Res yang sedang panik sangatlah lucuuuu dan imuuuut. Cewe ini emang minta dilindungin banget deeeeh :3
Jadi saya tolongin deh dia.
"Udahhh gada Res cicaknyaaaa..."
Lalu dia langsung ngibrit dari WC keluar dari dapur. Dengan panik yang sungguh luar biasa.
Sungguh menggemaskan kamu, Ressss :3333

Jam 5, Va sudah harus pulang. Karena rumah kami searah, saya nebeng dia lagi. Jadi, saya pulang jam 5 juga. Saya pamit sama semua teman-teman dan cuuuuussssss pulang.

Sampai di rumah. Sampai di kasur. Ah, nikmatnya....
YUMMY HOMMY!

Saya tidur dari jam setengah 7 sampai jam 11 malam. Cukup puas untuk mengakhiri semua kelelahan yang ada. Cukup pas untuk mengakhiri rangkaian acara untuk mengabadikan gambar saya semasa SMA...

______________________________________________________________________________________________

Berakhirlah cerita saya mengenainya. Mengenai Buku Tahunan Sekolah Smanitra.

Saya hanya berharap, buku ini dapat mengingat dan membekukan di memori kita, nama dan peristiwa, wajah dan canda tawa, asa dan cita-cita, semua siswa yang ada di dalamnya. Saya, kamu, dia, dan mereka.

KITA SEMUA.

SELAMANYA!

:')

Sabtu, 11 Januari 2014

Let's Start Talking About LOVE! : My Forever Lacuna

"YOU know. The thirst, the hunger, the spaces, and the emptiness. Are YOURS to fit."
_________________________________________________________________________________

I don't know how to describe this feeling.

But since you and I are already here, let me try to explain.
And you may try to understand.

I feel like there is a big, deep hole here in me. 
I don't know where it is. 
In my heart? In my mind? In my soul?
If only I knew where exactly it is, I'm okay to lose one of those three things.
Just so I could get rid of this hole.

I can't see through it. I don't know where it ends, or even whether it has an end or not.
I barely see anything in it. It's too dark. A total blackout.

I want to see what's there inside the hole.

I want to put in some light. Maybe it will shine a bit.
So I prepare a hand-made sun. Waiting for it to rise.
But it never does.

I keep trying to put in some light.
So I take lamp, arrange the electricity, and switch it on.
I lay it down. 
But it falls into the hole.

I stop trying, and look for another way to handle this hellish thing.

I want to pretend that it's not there.
I want to pretend that the hole doesn't even exist.

So I grab anything I could to cover it.
But when I step onto it, they all fall down.

I throw anything I have into it,
hoping it will be filled out by such things so there will be no hole at all.
But they go nowhere and disappear.

So.
I'm just sitting here like a fool.
It's not like I don't want to be happy.
I WANT TO.
But I have no idea how to even be happy.
With that hole.

Am I too selfish to expect a flawless self?
Without any hole like this.

It doesn't hurt. It doesn't aches.
It just feels so empty.
It just feels so lonely.
It just feels deeply frustrating.

It scares. And I'm scared of falling down.

And now.
It starts to absorb my happiness.
The happiness I try to collect while ignoring this piece of shit.
Like I'm not allowed to smile even a bit.

Worse things are,
it starts to kill my hope. my dreams. my wishes.
it starts to mute every roar I voice.
it starts to eat me alive.

Only my faith is there to help.
Because the one I wait for can't help.
Or I don't let him to help.
For I know, at the end,
only my faith is there to help.

I look for a way out of this all.
But the doors are all closed.

It drives me crazier day and night.
I wake up with that hole.
Do everything trying to ignore it.
But I end up sleeping with it.
And wake up with it. And ignore it. And sleep with it again.
Again and again.

It drives me crazier day and night.
My laughters are limited.
My tears are hold.
My thoughts are cut off.
My soul is soaking around, losing one by one its life.
It's just about time for me to die.

I don't want to be seen.
I'd like to disappear.
For the hole will stop doing its activity to turn me off if it can't find me.

Maybe you'll see my body,
But me isn't there.
You may talk to me,
But you don't know who you're talking to.


Should I live with this?

Or

Should I not live with this?
You know, there are 2 possible answers for the last question.
I should not live with this, so I must get rid of this hole, then I live.
Or.
I should not live with this, and because I can't get rid of this hole, then I don't live.

It's clear.
I can't survive this anymore.
Because... it starts to ache.

Let me not live.

_________________________________________________________________________________

"But YOU don't take the courage to do so."

Minggu, 05 Januari 2014

Let's Start Talking About LIFE! : Baru Tahun 2014

Selamat Baru Tahun 2014!

Kebalik?
Enggak kok. Ga kebalik.
Emang "Baru Tahun 2014", bukan "Tahun Baru 2014".

Biar gak mainstream??
Enggak kok. Bukan itu.
Emang ini baru tahun 2014 kan.
Belum tahun 2020, atau 2030, atau 2000-berapapun yang menandakan saya sudah tua, sudah bau tanah, atau dunia sudah mau kiamat.

Terus kenapa kalau baru tahun 2014??? *mulai kepo

Begini ceritanya.

                                                                                                                                                                


Liburan panjang sekiranya memang yang paling siswa dambakan.
Mereka penat dengan tugas, ulangan, nilai, dan apapun yang menjadi kewajiban mereka di sekolah.
Mereka berharap bisa refresh otak mereka dengan games, films, canda tawa bersama teman, dan hal-hal menyenangkan lainnya.
Mereka berharap bisa bebas dari apaaaaa saja.

Tapi. Lain halnya dengan saya.
Saya memang mendambakan liburan panjang ini. Saya pikir, "Wah akan sangat menyenangkan!"
Saya pikir.

Tapi. Kenyataannya berbeda.
Alih-alih menghilangkan penat, saya malah bertambah-tambah-tambah mumet.
Liburan panjang membuat saya memiliki waktu luang yang panjang juga.
Waktu luang di mana saya tidak terpaksa memikirkan sesuatu yang menjadi kewajiban saya.
Dan dengan keluangan pikiran itu,
saya malah memikirkan hal-hal mengerikan.

Semisal.
Saya melihat akun media sosial teman saya yg sudah sangat sukses dengan biola klasiknya.
Saya menonton video yg abang saya rekam, seorang penyanyi bersuara tinggi dengan usia baru 13 tahun.
Saya membaca kicauan seorang member idol grup yg satu sekolah dengan saya.
Saya memandangi lukisan indah karya seseorang dengan umur sebaya saya.
Saya mengagumi seorang dancer keren di NezAcademy yang ternyata masih duduk di bangku SMA.

Bukan.
Keberhasilan mereka bukanlah hal-hal mengerikan yg saya maksud.
Tapi perasaan gagal saya lah yg mengerikan.

Saya merenung.

9 tahun les piano, hasilnya gak kunjung memuaskan. Bahkan seringkali hanya bikin patah hati. Akhirnya punya kesempatan ngajar piano, tapi gak pede dengan secuil ilmu yang saya punya. Kasihan nanti murid yang dapet saya sebagai gurunya, ilmunya masih cetek!

2 tahun lebih berdebat. Mengetuai Debating Land Community of Smanitra (DeLaCoSta) aka DLC.
Tapi hanya bisa menelurkan 1 piala juara 3 tarki cup, 1 piala champion CC cup, dan hanya bisa sampai pre-quarter di binus dan octo di alsa.

Ngarang satu buku lagu. Tapi gak berani ngasih ke siapapun. Takut dibajak, takut ditiru, takut ternyata plagiarisme yang saya gak sadari, takut perasaan yang saya tumpahkan di lagu-lagu itu ketahuan, dan banyak ketakutan lainnya.

Pada akhirnya, saya tau dan paham, bahwa saya takut bertindak.
Saya takut unjuk bakat, karena yang mereka nilai adalah kemampuan saya, bukan ekspresi saya.
Saya takut ikut kompetisi lagi, karena yang mereka nilai adalah skill, bukan musikalitas.
Saya takut debate lagi, karena banyak moral agama yang harus saya lawan kalau ingin menang.
Saya takut menyebarluaskan sebuah lagu, karena seringkali berakhir pilu.

Ketakutan bertindak itulah yang mengerikan.

Karena, ketakutan itu berdampak buruk, sangat buruk.
Saya gak bisa seperti mereka yang di usia mudanya, di usia yang sama seperti saya, mampu mencapai kesuksesan-kesuksesan besar. Luar biasa.

Mereka orang-orang dengan bakat hebat, dan keberanian untuk bertindak hebat.
Sedangkan saya, adalah seorang pengecut yang mencurahkan segalanya hanya untuk memuaskan dirinya sendiri, melegakan berbuncah emosi yang menunggu dikeluarkan lewat karya-karya yang bisa ia buat, tanpa mengharapkan apresiasi atas itu semua.
Ups. Tepatnya, mengharapkan apresiasi, tapi takut bertindak, sehingga melupakan impiannya untuk menggenggam sebuah prestasi.

Ketakutan demi ketakutan itu akhirnya berkolaborasi, yang bukannya menghasilkan motivasi untuk bangkit, malah menciptakan trauma pahit.
Trauma yang membuat saya malas menggali lagi apa yang sebelumnya dengan semangat saya gali.
Malas, takut, merasa sia-sia, itu dia.
Malas mendalami lagi, takut mempelajari lebih tekun lagi, dan merasa sia-sia, toh semuanya pada akhirnya cuma memuaskan diri saya sendiri. Gak bisa membuat orang lain kagum dan menghadiahi saya sebuah trophy.

Mengerikan bukan?

_________________________________________________________________________________

Tapi.
Seiring dibukanya kalender baru. Sejalan dengan petasan di langit biru. Senada dengan terompet merdu.
Saya menyadari bahwa ada sebuah dimensi yang menjadi bagian dari kegundahan saya tadi.
DIMENSI WAKTU.

Saya melihat mereka, dengan waktu hidup yang sama dengan saya, bisa mencapai hasil yang berkali-kali lipat dari saya.
Lalu saya sadar, dan saya melihat waktu.
Ternyata, Baru Tahun 2014.
Ya, baru tahun 2014. Saya baru 17 tahun tanggal 4 Januari kemarin.
Dan saya masih punya berpuluh-puluh tahun waktu hidup yang saya, atau mereka, tidak tau akan jadi apa.

Saya masih punya kekuatan determinasi pada DIMENSI WAKTU ini.
Akan jadi apa, akan bagaimana, akan berbuat apa.
Saya bisa melakukan semua itu sekarang, dan nanti, dan sampai seterusnya.
Saya tahu kalau saya punya waktu, saya bisa. Saya akan bisa. Saya harus bisa.
Dan saya punya waktu. Masih banyak!

Sehingga saya meyakinkan diri saya sendiri.
Einstein gak menemukan rumus saat ia masih di bangku sekolah.
Ia menjadi sosok yang hebat karena prosesnya mulai dari sekolah, dan puncaknya ketika dewasa dan tua.
Beethoven bahkan susah sekali disuruh latihan piano oleh ayahnya waktu dia kecil.
Tapi ia menjadi sosok yang besar karena prosesnya dari kecil itu, dan puncaknya ketika ia dewasa dan tua.

Persetan dengan orang lain mencapai puncaknya kapan!
Entah itu waktu kecil, atau umur 13 tahun, atau belum genap 17 tahun, atau masih SMA, atau ketika sudah hampir meninggal.

Yang perlu kita tahu adalah, kita punya kekuatan determinasi pada dimensi waktu.
Kita punya waktu. Alat yang sangat hebat. Teramat hebat untuk bisa mengubah semua isi dunia.

So, ngapain takut?
Selamat Baru Tahun 2014, Bung! :)