Selasa, 07 Desember 2010

Let's Start Talking About LIFE! : SMP

Aku punya sebuah kisah yang lagi-lagi amat sangat bener-bener drama abis banget sekali.
Ini kisah tentang hubunganku dengan guruku yang mun*j*b itu. Bukan, bukan kayak yang di berita - berita tentang guru kekerasan sama muridnya gituh, bukan.
Jadi ceritanya, ada pelajaran BP di sekolah. Aku yang memang anak baik-baik ini sangat tidak rela, tidak terima, dan tidak mau kami para murid dilecehkan secara moral. Aku tidak suka dengan cara guru itu mengajar. Setiap ada yang mengobrol, beliau langsung maki-maki tuh anak. Tapi, giliran beliau ngomongin orang, beliau sama sekali gak mau dikritik. My God, sumpah, itu guru ngenekin abis. Semua aib muridnya dibuka depan umum. Parah kan? Temen2 juga pada gak suka sama guru ini, semua benci.

Waktu dia lagi nerangin soal STAN gitu gitulah pokoknya, aku kan ngobrol. Trus beliau bilang, "Wah, si *brengky1* pinter yah!" en "Wah! Si *temennya brengky1* anak teladan yah!"
(ceritanya, brengky1 ini rivalku dalam nilai dan temennya brengky1 ini mungkin sudah seperti musuh bebuyutan ya.
Rasanya, di dadaku tuh ada badai dahsyat gitu. Biasalah, kalau jaman sekarang bahasanya enpi.

Gak terima, aku ngobrol aja *oke ini emang salah. Tapi topik obrolannya itu juga tentang gimana bobroknya sekolah-sekolah yang cuman ngandelin duit doang, dan sebagainya. See? Biasa aja kan topiknya?
Tapi, beliau malah manggil aku, "Heh! Kamu namanya siapa? Ngobrol terus dari tadi!"
Aku dengan pede menjawab, "Gres, Pak."
Tapi, beliau malah bilang, "Kamu pinter-pinter jangan sombong yah! Kalo pinter tapi kelakuan kayak kamu, gak ada gunanya tahu gak!"
Langsung amarahku naik ke ubun-ubun. Badai di dadaku jadi jauuuh lebih besar, lebih hebat dari sebelumnya. Serius. Dan ini yang ngebuat aku pengen banget ngejawab beliau waktu beliau bilang, "Kamu kalo mau ngomong, sini ke depan!"

Dan emang itu yang aku lakuin, maju ke depan setelah selesai pelajaran. Aku angkat tangan, dan langsung maju ke depan kelas.

Aku sempet tahan air mata juga, karena memang waktu itu dada aku kayak gunung mau meletus tapi gak keluar-keluar laharnya. Akhirnya nyentek di dada...
Dan finally, meledak juga di depan. Aku nangis dan aku bilang gini di depan kelas, "Pak, sebelumnya saya minta maaf kalau saya tidak menghargai Bapak. Tapi, saya gak setuju sama sikap Bapak yang terlalu suka membandingkan orang, dan kelewatan ngomongin orang. Saya mau, kita fair, kita buat kesepakatan. Kita janji kita gak ngobrol lagi, tapi Bapak juga harus terima Bapak gak bisa ngomongin orang lagi, terlebih membandingkan mereka (sambil nunjuk tuh 2 manusia) sama saya padahal Bapak sama sekali gak tahu benar siapa saya dan mereka. Makasih."

Aku langsung disambut tepuk tangan anak-anak lain dan mereka mengelu-elukan aku. Terutama Agnes, Iven, Mega, Biga, Vellya, en temen-temen lain yang udah mendukung aku. Sampe ada yang langsung nyodorin tisu. Vellya bikinin gambar malaikat manga yang katanya gambar aku waktu lagi di depan. Aku terharu banget sangat. Dahsyat!

Yeah, beginilah aku. Lebay dan tukang galau. Sering nangis saat marah, dan marah2 di akhir tangisan. But, hey, kalau tangisan lebay aku bisa merubah keadaan jadi lebih baik, kenapa engga?

Buat kedua manusia yang tadi kusebutin di atas, sori agak menyinggung kalian, tapi aku bener-bener gak bermaksud mendiskreditkan kalian.

Saran ku buat kalian semua, jangan pernah menyerah atas perjuangan kalian sesedikit apapun kalian berjuang. Karena kalau kalian menyerah, semua yang pernah kalian perjuangkan akan sia-sia, dan kemungkinannya 0% untuk kalian bisa sampai titik akhir. Untuk apa memulai kalau kita tidak berniat mengakhiri?

Thanks and keep on reading, gals!

"Aku langsung disambut tepuk tangan anak-anak lain dan mereka mengelu-elukan aku."

Let's Start Talking About LOVE! : SMP

Aku punya satu cerita yang bener-bener amat sangat drama sinetron abis banget sekali.
Jadi ceritanya, aku baru pulang nih dari suatu tempat.
Nah, di jalan modernland atau banjar, aku lupa, aku jalan gitu...
Awalnya, biar gak dianggep 4l4y, aku stei kulkas aja.
Aku jalan, jalan, en jalan...

Eh, ternyata, ada anjing gong gang gong gong di pager sebelah rumah yang lagi aku lewatin.

Aku kan takut banget tuh ya, sama anjing, jadi aku kaget. Shocked.

Aku lempar tas, tapi kaki gak bisa gerak saking shocked-nya. Wow!

Eh, tuh anjing hampir loncat. Aku kontan -kayak duit, bayar kontan- kaget.

Tapi, bagian serunya adalah, si pemilik rumah langsung keluar narik anjingnya.

You know what? Si pemilik rumah (Sipemru) itu ternyata cuuakep banget -pake 'u' 2-.

Dan saat itu juga, aku terhenyak, tersungkur di depan butanya cinta.
 

Dia senyum sama aku, tertawa, dan menarik anjingnya masuk ke dalam.
Bayangin, sinetron abis kan? Aaaargh!

Eh, waktu lagi moment terindah di sinetron berjudul "CINTA TUMBUH GARA-GARA ANJING" ini, ada cewek lewat terus caper-caper gituh. Dasar monyong tuh orang. Luckily, Sipemru itu tetep ajah ketawa. Trik TePe tuh cewek gatot deh, hohoho.

Sejak saat itu, aku suka senyum-senyum sendiri. Belajar gak keruan. Tidur juga ga merem. Hohoho~

Sumpah. Waktu itu aku bener-bener kayak orang gila. Gilaaaa banget. Hidup tuh kayak gak ada beban sama sekali.
Dan aku, yang tadinya takut banget banget sama anjing, jadi senyum-senyum sendiri kalo liat anjing.

Tapi, tepat 2 hari setelahnya, seorang informan, eh bukan ding, inforwoman, yang adalah temanku juga, bilang kalo dia udah punya cewek dan mereka udah pacaran laammaaa banget. Lama banget. Dan itu, menghancurkan hatiku lagi, untuk kesekian kalinya.

Saranku buat kalian yang lagi dimabuk asmara, JANGAN OPTIMIS SEPERTI ANAK KECIL TANPA DIIMBANGI TANGGUNG JAWAB SEORANG DEWASA. Karena akhirnya, kalian akan hancur sendiri.


Thanks and keep on reading, gals!

"Jangan optimis seperti anak kecil tanpa diimbangi tanggung jawab seorang dewasa"

Let's Start Talking About LOVE! : SD

Dag, dig, dug.
Itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan detak jantungku yang kian melonjak seiring kakiku melangkah ke ruang kelas baruku.

SD, singkatan dari Sekolah Dasar (yaiyalah) yang setiap kali kuucapkan, selalu saja menimbulkan perasaan takut dan gundah.
Apa nanti teman-teman akan menerimaku? Apa prestasiku akan beranjak baik? Apa guruku nanti bisa merangkap sebagai orang tuaku juga nenekku? (lohh)

Tapi, ada satu pertanyaan yang sudah berurat nadi di pikiranku, "Apakah perjalanan cintaku akan berjalan mulus?"

Mungkin pertanyaan itu tak pantas diucapkan oleh seorang anak kecil sepertiku, yang notabene baru lulus TK. Jangan heran, karena aku memang anak abnormal (dan aku bangga sekali hehe).


1. Kemoceng
Saat aku masuk kelas 1B, aku langsung menatap mata seorang anak lelaki yang sudah sering kali kulihat, tapi setiap kali menatap matanya, tetap saja ada satu kata yang menghambat langkah kakiku mendekatinya.

TEMAN. Kami hanya teman, dan itu tak bisa dipungkiri, karena ibunya juga berteman dengan mamaku.

Dia adalah Kemoceng, yang entah kenapa, langsung tersenyum sumringah saat aku berjalan pelan menghampirinya. Hampir aku tersandung kaki meja. Wow! Amazing! Baru kali ini aku melihatnya tersenyum sesenang itu padaku. Mungkin karena biasanya ia di bawah tekanan dari teman-teman genit kami waktu di TK.

Senyum itu membawa harapan bagiku, melengkapi satu kata itu dengan kata lainnya, menjadi frase yang sangat indah. TEMAN BAIK. Aku akan menunggu samapi frase itu berubah jadi kata yang tak kalah indahnya, SAHABAT.

2. Sapu Ijuk
Amazing. Saat aku naik ke kelas 3, aku kembali ke jemputanku yang lama, kepunyaan Pak Suti. Tadinya, aku sedikit kesel sama si supir, Pak Suti itu. Di posting lain, akan kuceritakan supir satu ini.

Tak bisa digambarkan perasaanku, saat aku naik jemputan itu, aku langsung melihat sesosok anak lelaki yang duduk paling dekat dengan pintu. Dia melirik sedikit, tanpa ekspresi, tapi yang bisa kutangkap saat itu hanyalah wajahnya yang, ehm, cuakep. Ada 'u'-nya, jangan lupa.

Ternyata dia orang Batak, sama denganku. Hehe. Apalagi umurnya 2 tahun lebih tua dariku, kelas 4.
Kenapa 2 tahun lebih tua? Heh, enak aja, bukan karena aku gak bisa ngitung. Umurku memang lebih muda 1 tahun dari teman sekelasku karena aku masuk sekolah terlalu cepat 1 tahun.

Belum selesai cerita. Waktu itu, aku sedang menggambar di kelas 4C, karena ruang kelas kami sedang dibersihkan, jadi kami harus pindah ke kelas lain yang kosong. Dan jodohnya, kelas 4C itu ternyata kelasnya. Tapi, ia masih olahraga. Setengah jam berlalu, aku masih menggambar planet-planet, saat derap kaki melangkah ke ruangan itu, menandakan mereka sudah kembali. Saat itu, kulihat dia mengambil botol air minum di 2 kursi di depanku, dan dengan senyum lebarnya, dia melambai, sambil berkata, "Hei. Ketemu lagi!"

God, sumpah, itu momen drama abis.

Gak tanggung-tanggung, saat aku sedang mengejek teman sejemputanku yang sekarang kelas 7 di SMP-ku, Adolfo, aku langsung digebrak habis-habisan oleh manusia cuakep pake'u' yang sedang menjelma jadi setan alas.
"Woy, lu ngapain temen gua, hah?"
"Emang dia temen lu? Orang dia temen gua kok!"
"Temen lu berarti temen gua juga!"
Hey. Ada yang bisa bantu aku mencerna kalimat ini?
Itu artinya ada 2 :
1. Hanya sekedar memberi proove atas point yang mengatakan bahwa Adolfo adalah temannya
atau
2. Sinyal-sinyal hati merah jambu. "Temen lu berarti temen gua juga" itu kan kalimat buat orang pacaran yang lagi berantem? Astaga. Amazing.

Satu kejadian lagi. Waktu itu, aku sedang diejek oleh abangku yang emang manusia rese, kita singkat mase, yang sumpah nyolot abis. Tapi baik. Tapi enggak. Tapi baik. Tapi kadang-kadang. Halah~

Nah, katanya, "Bulu dede panjang-panjang amat sih, hah?" (kan, rese banget kan)
Langsung aku merapikan bulu-buluku seraya bergaya iklan sabun mandi.
Nah, ini dia momen yang film abis, si cuakep pake 'u' berkata, "Gua suka tuh, kalo bulunya panjang terus dilurusin." kata-kata ini...
My God, aku jadi cinta mati sama kedelapan kata itu. (Saat ini aku yakin kamu lagi ngitung apa bener kata-katanya ada 8, heheh)

Intinya, dia suka sama aku buluku. Wow. Amazing.

3. Darah Mimisan
Waktu aku kelas 5, aku sempat suka sama seseorang yang normal. Wajahnya putih mulus, kakinya panjang, badannya proporsional, matanya sendu, pipinya tembam, lesungnya amasing banget.
Tapi sayang, dia hanya kakak kelas yang cuma bisa aku lihat dari kejauhan, cuma bisa aku dengar dari gosip teman-teman, cuma bisa aku rasakan saat aku harus menerobos barisan anak-anak kelas 6 karena aku harus buru-buru baris di depan kelas 5 yang letaknya di sebelah kelasnya karena aku tidak sempat naik tangga satu lagi yang harus menerobos barisan kelas 4.

4. Waslap
Kelas 6, saat hampir lulus, saat kakak-kakak kelas sudah pergi, aku hanya bisa seperti pungguk merindukan bulan terhadap seorang lelaki yang kusukai, padahal jelas-jelas dia satu angkatan denganku.
Dia tinggi dan atletis. Entah karena dia cakep atau karena dia baik, aku jadi menyukainya. Akupun tidak tahu sama sekali kisah-kisahnya. Yang kutahu hanya dia dan dia.
Dia, dia, dan dia.
__________________________________________________________________________________

Saat aku hendak membuka lembaran baru di SMP, yang kurasa tepat menjadi alasanku untuk mencari cinta-cinta baru adalah : patah hati.

Kembali kurasakan sakit di bawah leher -loh-, bukan, maksudnya di hati, saat aku kehilangan harapan lagi, untuk kesekian kalinya.


1. Kemoceng
Seperti biasa, pasrah. Semenjak kami berpisah di kelas 2 SD, semuanya terasa hambar. Lambat laun aku pun mulai sadar, bahwa dia adalah orang yang tak pernah bisa kugapai. Kata yang sempat kuharapkan darinya hanya benar-benar jadi harapan belaka. TEMAN BAIK yang takkan pernah jadi sahabat. Mustahil...

2. Sapu Ijuk
Waktu kelas 5, aku pindah jemputan. Jemputan ini terasa lebih hidup karena terdiri dari segala usia. TK, SD, SMP, bahkan ada yang hampir lulus SMA. 


Tapi, satu hal yang kusesalkan di jemputan ini adalah, aku tahu bahwa sebelumnya Sapu Ijuk sudah punya pacar dari kelas 5. Dan pacarnya itu dekat denganku. Dan aku harus rela menjadi figuran di kisah mereka.

Tapi TIDAK di kisahku sendiri. Aku memutuskan, daripada berandai-andai, lebih baik aku mencari cinta baru yang lebih pasti.

3. Darah Mimisan
Ternyata aku memang hanya manusia bodoh. Bukannya kepastian, aku malah menemukan cinta yang lebih tidak jelas lagi. Kakak kelas yang populer dan terkenal? Jangan harap.
Tapi, setidaknya ini lebih baik. Aku hanya harus melupakannya karena dia lulus. Tidak seperti Sapu Ijuk yang sempat membekas lalu hilang begitu saja. Dasar manusia, apa yang bisa kuharapkan dari orang-orang brengsek yang membuatku jatuh cinta, tanpa mempertanggung jawabkannya.

4. Waslap
Bukan salahnya jika aku kecewa, toh ini karena aku yang memang kuper sehingga tidak tahu berita-berita tentang siapa yang pernah disukainya.
Terlambat aku tahu, sehingga aku tidak sempat mempersiapkan hatiku untuk menerima sakit yang luar biasa.
Lagi-lagi, aku patah hati...

Dari semua kisah ini, aku tahu bahwa keahlianku cuma menyukai, berharap, kecewa, dan akhirnya patah hati.
Aku benar-benar rapuh akan cinta yang dengan mudahnya menembakkan pelurunya dan bersarang di hatiku.
Mungkin berharap memang tidak menyakitkan, tapi ada satu harapan yang kurasa mustahil.
HARAPAN AKAN CINTA.

Thanks and keep on reading, gals!

"Gua suka tuh, kalo bulunya panjang terus dilurusin."